Kemaren baru beli buku baru yang bener - bener dahsyat, karena emang masih baru dan fresh sekalian aja ane resensi ahhh.....
Nama Buku : Ranah 3 Warna
Pengarang : Ahmad Fuadi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : xiii + 473
Harga : Rp. 65.000
Masih mengangkat cerita berdasarkan pengalaman penulis, Ranah 3 Warna merupakan sekuel kedua dari Trilogi Negeri 5 Menara, yang ditulis oleh seorang penulis berbakat, Ahmad Fuadi. Dengan tokoh utama seorang anak dari sebuah desa di tepi Danau Maninjau yang mempunyai mimpi dan keinginan besar, dan berusaha mati-matian mengejar impian – impian tersebut.
Mengisahkan tentang Alif, yang rupanya baru saja tamat dari Pondok Madani, dan telah kembali ke kampung halamannya, di sebuah desa kecil di pinggir Danau Maninjau. Alif remaja masih berusaha mengejar cita – citanya, masuk kuliah dengan mendalami salah satu bidang pelajaran umum, kemudian bisa sampai ke Amerika.
Obrolan kecil di tepi Danau Maninjau dengan sahabat karibnya, Randai yang telah lebih dahulu masuk ke ITB, kembali membuat Alif terusik akan keinginannya untuk segera kuliah. Randai yang bertanya soal rencana Alif untuk kuliah, bernada merendahkan dengan anggapan bahwa Alif tidak akan lulus dalam ujian penyetaraan yang tinggal beberapa waktu lagi ditambah dengan tes UMPTN untuk bisa masuk ke perguruan tinggi, seperti yang Alif impikan. Pondok Madani tempat Alif selama 4 tahun belakangan ini menempuh pendidikan agama, memang tidak mengeluarkan ijazah, sehingga apabila ada alumninya yang ingin melanjutkan ke universitas, harus menempuh ujian penyetaraan terlebih dahulu, untuk mendapatkan ijazah SMA.
Hal inilah yang rupanya membuat Alif tersinggung, Randai meragukan kemampuan Alif, untuk menjawab semua soal – soal yang disajikan dalam bentuk soal – soal yang biasanya diajarkan di sekolah umum, sementara Alif hanya tamatan dari sebuah Pondok Pesantren di pedalaman Jawa Timur.
Namun pada akhirnya dengan tekad sekuat baja serta berpegang pada semangat “Man Jadda Wa Jadda” , Alif berhasil menepis semua keraguan orang – orang atas dirinya. Ia berhasil lulus Ujian Penyetaraan dan diterima di Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Padjajaran, yang menurut dia paling masuk akal untuk mendukung cita – citanya untuk bisa ke Amerika.
Cobaan mulai menghampirinya ketika ia memulai kuliahnya di Bandung. Dengan uang bulanan yang pas – pasan, Alif berusaha tegar bertahan demi orang tuanya serta kuliahnya sendiri. Ditambah kenyataan pahit pada akhirnya, Ayah yang selama ini menjadi penopang hidup keluarganya, harus berpulang terlebih dahulu. Kesabaran dan ketabahan hati Alif diuji. Sekembalinya ke Bandung setelah Ayahnya meninggal, kehidupan Alif terasa semakin sulit akibat sulitnya Amak mencukupi kebutuhannya, ditambah dua orang adiknya yang juga masih bersekolah. Ia bahkan harus berjualan dan mengajar les privat untuk mencukupi uang makan, kos dan kuliahnya.
Sekuat apapun ia berusaha bangkit, cobaan semakin datang silih berganti, seakan menguji sejauh mana Alif muda mampu bertahan, sejauh apa kesabaran Alif, sampai suatu waktu ia merasa hampir menyerah di dalam keterpurukan hidup. Di tengah - tengah hidupnya yang dirundung nestapa itulah ia teringat pepatah Arab lainnya yang juga pernah ia terima sewaktu di Pondok dulu. “Man Shabara Zhafira”. Siapa yang bersabar akan beruntung. Ia berusaha mencoba sabar akan setiap cobaan yang dihadapinya, perlahan ia bangkit, berbekal kemampuan tulis menulis sewaktu di PM, Alif mencoba mecari uang dengan menulis artikel ke koran – koran dan media massa.
Setelah melalui hidup yang sulit pada akhirnya lewat sebuah seleksi Pertukaran Pelajar ke Kanada yang rutin diadakan setiap tahun oleh sebuah institusi, Alif berhasil menggapai mimpinya yang lain, menjejakkan kakinya ke tanah Amerika.
Seakan cobaan dirasa belum usai, kesabaran Alif masih harus diuji kali ini dalam urusan asmara, dalam wujud seorang gadis satu fakultasnya yang bernama Raisa. Gadis ‘berkilau’ inilah yang telah berhasil mencuri hati Alif, namun pada akhirnya Alif harus kembali menelan ‘pil pahit’ , karena Raisa telah bertunangan dengan Randai, sahabat karibnya yang lulus setahun lebih dahulu telah bekerja dan melamarnya.
Ranah 3 Warna merupakan drama tentang bagaimana sebuah kebulatan tekad dan usaha yang kuat dari seorang anak manusia yang berusaha menggapai impian dan cita – citanya. Semua derita dan nestapa yang menghadang sekalipun akan berlalu jika kita tetap bertahan dan tidak mudah menyerah. Namun terkadang sekeras – kerasnya usaha, jika tidak dibarengi tawakal dan kesabaran akan menjadi tidak berarti. Buku ini mengajarkan apa makna sabar sebenarnya, sungguh ‘siapa yang bersabar akan beruntung’. Inilah buku yang dibutuhkan sebagai rujukan pribadi dan sebuah motivasi bagaimana seharusnya menjalani hidup ini.