Berbicara tentang yang satu ini, untuk Saya akan selalu
melibatkan emosi dan perasaran. Ini sama seperti, anak 90-an nonton Stand By Me
Doraemon, anak socmed pada jaringan lelet, orangtua pada anak-anak ceweknya
yang beranjak besar terus ngebet minta tambahan uang jajan buat beli tiket
nonton DWP tahun ini sampai bela-belain bohong nginap di rumah temen, cowok pada
mantan pacarnya yang jalan dengan gebetan barunya yang lebih hits, cowok-cowok
pada sepak bola, cewek-cewek pada tempelan besar-besar tulisan "DISKON UP
TO 70%" di etalase toko. Maka berbicara tentang Kota ini pun selalu
begitu, selamanya.
Dalam sebuah sesi pembicaraan, entah itu online ataupun
offline Saya tidak ingat lagi, seorang kawan pernah berujar, "Nama Kota
kita ini agak aneh ya, Tebing Tinggi. Udah tebing, tinggi lagi. Yah, namanya
juga Tebing, yah pasti tinggi lah, kenapa harus diperjelas dengan tambahan kata
tinggi lagi dibelakangnya, coba ? Kan jadinya mubazir.....". Saya diam
saja, sambil terus mendengarkan dia berbicara. Bagi Saya tidak ada satu hal pun
kenangan tentang Kota ini yang mubazir.
Tebing Tinggi bukan kota besar. Sampai Saya punya anekdot
sendiri untuk menjelaskan kepada setiap orang baru yang bertanya seluas apa
kota ini. "Kalau punya motor terus mau berkeliling mengitari jalan-jalan
protokolnya, cukup isi penuh minyak motor dan sebelum bensin habis Kota ini
sudah terkelilingi." Sembari melihat ia tertawa dalam hati Saya
menambahkan, walaupun begitu, beberapa tempat di sudut kota ini punya arti yang
besar buat Saya.
Saya lahir, tumbuh dan besar di Tebing Tinggi. Rumah Saya
tidak jauh dari pusat kota dan pernah dengan berbekal rasa penasaran berapa
waktu tempuh dari Rumah ke Kota, Saya pun menghitungnya dan dengan hasil
berikut : 5 menit kalau agak ngebut, 8 menit kalau santai. Dengan waktu yang
singkat itu jauh sebelum ada Indomaret dan Alfamart, apa-apa kebutuhan yang
disuruh orangtua untuk belikan yang tidak ada di warung dekat rumah, akan
dengan senang hati Saya kerjakan. Karena itu berarti Saya harus mencari dan
membelikannya di pusat Kota. "Asyik ! Pergi ke Kota !"
Pergi ke Kota tidak pernah sebahagia ini.
Sempat menuntut ilmu di perantauan, yang artinya Saya pergi
sebentar dari Kota ini. Empat tahun Saya tinggalkan, memantaunya dari kejauhan,
mengunjunginya hanya dua kali dalam satu tahun. Namun tidak banyak yang berubah
dari di sini, semua masih sama seperti sebelum Saya tinggalkan. Sedikit
bangunan-bangunan baru yang bertambah di wilayah perkotaan dan sisanya masih
sama, tempat pacaran favorit Saya di SMA masih ada, jalan yang biasa Saya
lalui ketika pulang sekolah untuk pindah angkot masih penuh dengan jualan dan
dengan penjual yang sama. Terhadap kota ini, hati Saya akan selalu sama.
Sekarang Saya kembali ke kota ini. Memasuki tahun kedua
bagi Saya sejak pertama kali Saya mulai bekerja. Geliat kota ini dapat Saya
rasakan walaupun perlahan. Masih setia mengamati pergerakan demi pergerakan di
kota ini. Masih suka tersenyum sendiri saat melewati tempat-tempat yang
mengingatkan Saya akan kenangan yang pernah tercipta disitu. Masih suka dengan
semua yang ada di dalamnya. Tahun ini Tebing Tinggi berulang tahun yang ke-98,
tepatnya 1 Juli kemarin. Sungguh terlambat memang untuk memberikan ucapan
apalagi kado, tapi Saya tahu tidak pernah ada kata terlambat untuk berbuat
sesuatu bagi Kota ini.