“Bang,
Aku mau ke Bali...” Katanya
“Hah,
mau ngapain Kau, Liburan ?” Kataku setengah kaget sambil berusaha menjaga
bicaraku tetap tenang.
“Aku mau merantau, Bang. Mau cari kerja.”
“Lho,
kenapa jauh kali ? Gak di Medan aja, Kau kan Sarjana ? Dapatnya itu kerja yang
bagus....“
“Gak
tau Bang.Tiba-tiba aku pingin kesana....”
Aku
terdiam sejenak.
“Oh,
Yaudah. Mudah – mudahan tercapai mimpimu disana yah...” Akhirnya aku menjawab.
Dalam hati ikut mendoakan.
Sampai
dirumah, Saya berpikir ulang tentang kejadian barusan. Jupel memaksa Saya untuk
berpikir ulang tentang tujuan hidup, tentang apa yang belum, sudah, dan akan
Saya lakukan. Neal Donald Walsch pernah mengatakan, “Life begins at the end of
your comfort zone”, Saya tidak kenal Neal, semoga Anda pun tidak, tapi Saya
yakin, apa yang diucapkannya kira – kira kurang lebih begini,
“Hidup dimulai
saat Kau berada diakhir zona nyaman”. Semoga tidak terlalu jauh.
Lantas,
apa hubungannya Neal dengan Jupel Kawan Saya ? Mungkin Jupel bahkan belum
pernah membaca apa yang dituliskan Neal tentang hidup. Tidak seperti Saya, yang
sedikit – sedikit butuh quotes sebagai
motivasi. Ralat, bukan cuma Saya tapi sebagian besar dari Kita. Sebegitu tidak
berdayanya kah diri Kita menghadapi hidup ini sampai harus menemukan rangkaian
kata – kata yang pas sebagai keterwakilan dari apa yang kita rasakan setiap saat
? Pantas saja Mario Teguh Golden Ways selalu jadi tontonan wajib masyarakat di
republik ini.
Jupel
mungkin belum kenal Neal, tapi Jupel lah orang yang langsung melakukan apa yang
dikatakan Neal. Jupel lah orang yang berani keluar dari zona nyamannya selama
ini. Jupel pergi merantau ke tempat lain, mengadu nasib seorang diri, berharap punya
masa depan lebih baik berbekal selembar ijazah Sarjananya. Padahal Jupel seharusnya
bisa enak-enakan tinggal di sini, menikmati semua kemewahan yang tersedia
karena semua fasilitas yang didapatnya termasuk lengkap. Orangtua yang siap
membantu mencarikan kerja yang baik, keluarga besar yang bisa didatangi ketika
tidak punya uang, motor yang bagus, uang jajan tinggal minta, Kawan – kawan
selalu ada, Handphone yang update dan Social
Circle yang beragam bahkan calon istri pun bisa dicarikan. Semua yang Jupel
butuhkan.
Namun
seperti juga yang berlaku ke semua orang, hal ini juga berlaku baginya. Tidak
ada seorangpun yang bisa memastikan Jupel akan berhasil di sana. Kalaulah Jupel
seorang penjudi, maka sebuah perjudian paling besarlah yang sedang dilakukannya
saat ini. Perjudian nasib, perjudian hidup. Jupel sedang menantang hidup. Dan
Jupel memilih itu semua ketimbang harus berada di bawah payung bernama
kenyamanan.
Seperti
Jupel, Saya pun punya mimpi. Kita semua juga punya mimpi dan setiap dari Kita
selalu berusaha untuk mewujudkannya. Perbedaannya hanyalah tentang siapa yang
lebih keras dalam berusaha. Siapa yang bersedia kembali bercucuran keringat dan
menghabiskan tenaga untuk berlari mengejarnya, ketika di depan Kita telah
tersedia tempat yang nyaman, penuh makanan dan semua yang Kita butuhkan. Siapa
yang rela untuk, setelah berhenti cukup lama menikmati tempat yang nyaman
tersebut, mau repot-repot berlari kembali. Tak semua dari Kita sudi. Berlari
kembali, pindah. Move out.
Move
out of your comfort zone. You can only grow if you are willing to feel awkward
and uncomfortable when you try something new, kata Brian Tracy. Cih ! Ah terlalu mengada-ngada, Saya pikir.
Brian gila ! Mana ada satu orang waras di dunia ini yang mau susah – susah
mencoba hal baru lagi ketika sudah settle
berada di satu posisi. Enak aja ! Dikira si Brian ini gampang apa yah dapat
kerjaan bagus ? Siapa sih yang rela melepaskan apa yang udah diperoleh selama
ini dengan susah-susah ? Coba berapa
banyak yang mau ninggalin posisi enak yang selama ini udah didapat demi
mengejar yang namanya mimpi masa muda ?
Terus kenapa kalo udah settle di
yang namanya Zona Nyaman (Comfort Zone) ? Mau ngatain terjebak rutinitas ?
Enggak produktif lagi ? No Progress Zone ? Gak peduli.
Pokoknya
nih ya, Zona Nyaman itu enak !
Kenapa,
masalah ?