Top Social

superarmz - Cerita Kota dan Perjalanan

bercerita tentang kota dan catatan perjalanan

Featured Posts Slider

Image Slider

Sunday, December 20, 2020

Di Bukit Mari, Menu Makan Siang Sederhana Pun Terasa Istimewa


Sejak dirumah, Saya sudah mengingatkan kalau ingin mengajak keluarga untuk menikmati  tempat wisata di seputar Kabupaten Karo, tempat Saya setiap akhir pekan menghabiskan waktu. Maka, Saya pun meminta agar istri memasak dari rumah, membawanya sebagai bekal, serta perlengkapan makan dan minum, karena ingin menikmati makan siang di tempat wisata. Dimanapun itu nantinya, yang penting dibawa saja dulu. Begitu kira-kira rencana Saya.


Waktu menunjukkan pukul 09.15 WIB saat Kami tiba di Danau Lau Kawar, hujan gerimis menemani sepanjang perjalanan, Ini adalah hal biasa tentu saja, karena semakin ke akhir tahun intensitas hujan semakin tinggi di seputaran Gunung Sinabung. Saya sudah lama tidak mengunjungi Danau Lau Kawar, kali pertama ketika lajang yang dengan lincahnya selalu bepergian tiap akhir pekan dan kali kedua saat ini, bersama dengan keluarga kecil Saya. Kabut tipis bermunculan lembut dari permukaan air danau, menambah suasana spesial pagi itu, menyapa dan menyambut kami yang sedang bersantai di tepi, ditemani Pop Mie kami menikmati momen sambil mengabadikannya dari balik lensa kamera.


Puas beraktifitas di pinggiran danau, entah kenapa mata tergerak melihat sekeliling dan rasa penasaran menghampiri, ada sejumlah pondokkan kecil terlihat di kejauhan pada sisi bukit yang lebih tinggi di sekitar kawasan Danau Lau Kawar. Saya mengingat kembali kenangan pertama kali kesini, dan tidak…Saya tidak pernah menjangkau area itu. Aha….. Sepertinya menarik. Ya ! Saya mau naik ke atas sana.



Kami pun segera bergegas menuju ke parkiran mobil untuk beranjak dari tepi Danau menuju ke deretan pondok kecil di atas bukit. Perjalanan mendaki pun kembali berlangsung sekitar 10 menit dari bawah ke atas. Tempat dimana ada pondok kecil berderet dengan pemandangan mengarah ke Danau. Jalanan menuju ke puncak berupa aspal kasar yang sudah berlubang, bercampur tanah dan kerikil. Sebaiknya berhati-hati saat mengendarai mobil menuju ke atas. Jangan lupa konsentrasi dan pelan-pelan, mengingat curamnya jalan dan kontur permukaannya yang sudah tidak mulus. Tapi tenang saja, semua itu akan terbayar lunas ketika berada di atas. Atau setidaknya itu yang Saya rasakan.


 

Bukit Mari Lau Kawar, begitu nama tempat itu mereka menyebutnya. Kita dapat dengan jelas membacanya dari spanduk yang terbentang di depan akses masuknya. Saat datang, Saya adalah tamu pertama. Seorang anak muda menghampiri mobil Saya dan memberikan instruksi untuk mengambil tempat parkir yang telah disediakan. Selesai Saya memarkir mobil, mematikan mesin dan kami pun turun. anak muda tadi mendekati Saya dan menyodorkan secarik kertas, yang ternyata merupakan tiket masuk ke tempat ini.



Sebentar Saya amati, kemudian kaget tapi berusaha untuk tidak terlalu keliatan karena ya ampun sangat murah sekali untuk bisa berada disini. Terlebih lagi tiket tadi juga termasuk untuk akses gratis menggunakan pondok dan kursi yang ada di tempat ini. Waaaaaw senangnya………. Saking girangnya Saya bersama istri pun setengah berlari menuju pondok yang lokasinya paling strategis untuk kami tempati. Bukit Mari adalah tempat yang indah dan memanjakan mata. Menikmati pemandangan dari Bukit Mari menuju ke Danau Lau Kawar, area perbukitan serta ladang warga setempat seperti rasanya semua masalah dalam hidup ini seketika menguap hilang. Sepi. Asri. Sejuk. Tenang. Oh indahnya….. Keadaan ini membuat Saya dalam hitungan detik menyukai tempat ini. Favorit sekali.



Kami menikmati bersantai dan bercerita di salah satu pondok di Bukit Mari hingga tiba jam makan siang. Tidak berlama-lama lagi, segera bekal makan siang yang telah dibawa langsung dikeluarkan. Benar, Bukit Mari Lau Kawar adalah lokasi makan siang paling indah yang pernah Saya dapatkan. Menu makan siang kami sederhana saja, namun tempat yang tinggi, pemandangan yang indah, udara yang sejuk dan orang-orang yang tersayang menjadikan sambal telur bulat dan bihun goreng dengan nasi menjelma menjadi menu paling enak yang pernah kami santap. Sampai tambah-tambah ! Hahahaha.


Selesai makan dan kekenyangan, Saya tak lupa mengambil foto keindahan tempat ini. Sembari juga bercerita kepada anak muda yang membantu parkir tadi, yang ternyata pengelola tempat ini. Kami berkenalan, Edi Suranta Depari namanya. Dia begitu semangat bercerita tentang keindahan tempat ini, sambil sesekali tersenyum, karena melihat Saya tertarik dengan ceritanya.


“Ini Bang, udah sering ku posting di Facebook. Biar banyak orang datang kemari lagi. Sejak Corona kan lama sepi tempat ini Bang. Orang gak ada yang jalan-jalan” ujarnya, menjelaskan.

       


“Iya Bang, harus itu biar orang tahu dan viral. Kan rame yang datang” Saya menyemangati”.

Dia juga menjelaskan kalau di Bukit Mari, mereka juga mempersilahkan untuk berkemah. Bilamana ada muda-mudi yang ingin bermalam disitu sambil menikmati kawasan Danau Lau Kawar.


“Aman kok bang, aman. Kan kami jaga” Dia menambahkan.


Selepas mengobrol, tak lupa Saya meminta berfoto bersama sebagai bukti kalau Kami udah Bro sekarang. Hehehe. Tak lupa kami juga bertukar kontak. Jadi kalau datang lagi, bisa langsung booking pondok, jaga-jaga manatau rame dan gak kebagian. Soalnya ingin makan siang disana lagi. Hahaha.  


 

Waktu menunjukkan pukul 14.30 WIB saat kami beranjak dari tempat itu, masih tidak ada mobil lain yang datang. Saya melihat bang Edy sedang menyapu pondok-pondok nya agar tetap bersih dari sampah dedaunan. Tak lupa Saya berpamitan dengan bang Edy, dan mendoakan agar tempatnya ramai kembali. Seperti juga semua para masyarakat dan orang-orang lainnya diluar sana yang menggantungkan hidupnya melalui objek wisata, ternyata pandemi ini begitu berdampak kepada semua lapisan masyarakat. Pun bagi mereka yang hidup di kaki gunung, jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota.

 

Sampai ketemu lagi, Bukit Mari !   

      

 

Wednesday, November 25, 2020

Kabin Madu Efi, Destinasi Wisata Ramah Anak dan Orang Tua.


Akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk family time. Salah satu yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu-waktu bersama keluarga adalah dengan rekreasi. Setelah menjalani weekday yang melelahkan, ada baiknya mencari tempat bersantai sejenak, sembari melepas penat sambil ditemani dengan orang-orang tersayang. Meskipun saat ini masih dalam suasana pandemi, menikmati akhir pekan diluar rumah bukanlah pilihan yang salah. Asalkan selalu disiplin soal kebersihan diri dan menerapkan selalu protokol kesehatan.


Kata siapa itu ? Ya kata Saya. Hahahaha.


Sebagai seorang yang sedang menjalani Long Distance Marriage dengan pasangan dikarenakan tempat bekerja yang terpisah. Hal ini mengakibatkan kami hanya bisa bersama ketika akhir pekan. Saya yang selalu datang ke sana biasanya. Oleh karena itu momen-momen bersama kami selain menghabiskan waktu di rumah dan bermain bersama putri kecil Saya, tak lupa juga menyempatkan diri untuk melakukan rekreasi. Berhubung tempat bekerja istri Saya berada di Kabanjahe, tempat yang tepat dan dekat untuk memulai perjalanan menuju ke destinasi wisata pegunungan di sekitar wilayah tersebut. Sayang juga rasanya untuk melewatkan takdir yang kami terima ini.


Sambil menyelam makan kolak dingin. Eh susah dong ! Biarin. Terserah Saya wek !


Lobby masuk ke kawasan Kabin Madu Efi

Sebelum masuk jangan lupa protokol kesehatan berlaku disini

Pilihan pertama Saya untuk memulai anak tangga perjalanan menjadi traveller berkedok rekreasi bersama keluarga ini pun dimulai dengan mengunjungi salah satu destinasi wisata yang sedang naik daun di kalangan para pejalan Sumatera Utara, Kabin Madu Efi. Yep, Kabin Madu Efi adalah semacam expansion project-nya dari Madu Efi, yang mengkhususkan pada lokasi untuk untuk menginap, bersantai dan menikmati udara pegunungan. Untuk yang belum tau, Madu Efi adalah lokasi wisata edukasi dengan konsep kebun bunga yang menawarkan edukasi tentang madu dan ternak lebah serta kebun bunga cantik sebagai tempat tinggal para lebah penghasil madu ini. Kali ini kita fokusin ke Kabin Madu Efi dulu yah, karena Saya kemarin juga belum sempat explore jauh karena pas ke Madu Efi hujan lebat. Jadi cuma duduk diem di cafeteria nya engga kemana-mana. Sedih.

Gerimis kecil, disiapin pinjeman payung kok kalo ga rame

Oke, balik ke Kabin Madu Efi, disini Saya pribadi lebih suka sama tempatnya karena ini kayak Madu Efi versi lite. Selain karena tempatnya instagrammable, lokasinya juga gak terlalu luas. Semua sisinya dapat terlihat sejauh mata memandang, yang artinya untuk Saya yang saat datang membawa istri dan anak dan orang tua dapat dengan mudah menjangkau semua sisi tempatnya. Setidaknya ada beberapa hal yang Saya coba rangkum dari hasil main-main ke Kabin Madu Efi.



Tempatnya tidak terlalu jauh.

Kabin Madu Efi dapat ditempuh hanya kurang lebih 30 menit dari Kabanjahe. Dengan durasi perjalanan yang tidak terlalu jauh, Saya dan keluarga sudah bisa menikmati tempat wisata yang cantik, dengan pemandangan bunga-bunga yang warna-warni dan udara sejuk khas pegunungan. Bepergian dengan anak kecil dan orang tua tentunya menjadi pertimbangan utama lokasi wisata yang akan dikunjungi.

 


2.    Luas area yang pas, dengan petunjuk yang jelas.

Dengan bentang wilayah yang tidak terlalu luas, menjadikan Kabin Madu Efi terasa puas untuk dijelajahi. Meskipun demikian bukan berarti sarana dan prasaran pendukung tidak lengkap. Menurut Saya, kawasan Kabin Madu Efi memiliki semua alasan yang dibutuhkan oleh para wisatawan  untuk datang, lokasi yang instagrammable, tempat makan dan minum yang nyaman serta bebas rokok, ini salah satu yang Saya suka. Selain itu spot fotonya yang banyak dan menarik perhatian, salah satunya deretan the Iconic Brighton Beach House, yang bikin kalian berasa lagi di Melbourne tapi versi pegunungan, lalu petunjuk arah yang jelas, tempat menginap yang proper, oh iya rumah warna warni ala Brighton Beach tadi adalah kabin-kabin untuk menginap, dan tentu saja pelayanan dari crew Kabin Madu Efi yang ramah dan siap membantu.



Petunjuk arah yang jelas untuk memandu kalian ke tiap spotnya

Pas Saya disana, mau ke parkiran tapi lagi hujan deras, mau pinjem payung tapi lagi habis. Mereka menawarkan kardus, at least mereka berusaha membantu agar Saya tidak kehujanan. Love you Guys !

 

Enaknya lagi, area Kabin Madu Efi secara keseluruhan yang tidak terlalu luas memungkinkan untuk kita membawa anak dan mengawasinya ketika ia bermain di seputaran lokasi, dan tentunya resiko pegal kaki dapat diminimalisir karena jarak antar satu spot ke spot lainnya tidak terlalu jauh. Meski ada trek naik turun khas perbukitan, tapi secara keseluruhan tempat ini cocok untuk anak-anak dan juga orang tua.

 

3.    Waktu jelajah yang relatif singkat

Ada sebagian traveller yang biasanya tidak akan suka terlalu berlama-lama di satu tempat wisata. Setelah mendapatkan konten untuk keperluan media sosialnya, lantas langsung bergegas untuk ke tempat berikutnya. Sehingga dalam sehari dia bisa mendapatkan beberapa destinasi wisata untuk kebutuhan pamernya. Hal ini Saya temukan pada saat dulu waktu rajin-rajinnya travelling dan bertemu banyak model traveller, salah satunya ya seperti itu. Oleh karena itu, mengingat kawasan Kabin Madu Efi yang tidak terlalu luas, tentunya akan menjadi favorit traveller untuk berkeliling-foto yang banyak-cabut ke tempat berikutnya.   

 


Cafetaria tempat kalian bisa bersantai dan makan minum.


Terlampir Saya sajikan menu dan harga untuk tuan dan puan yang perutnya keroncongan

Toilet untuk yang kebelet 

Sewa baju untuk kalian yang merasa outfit yang dipakai kurang kece,
Ada jubah Akatsuki gak yah ?

Namun bagi Saya, waktu jelajah yang singkat sangat bermanfaat sekali untuk memastikan, anak tidak terlalu lelah, dan menjadi rewel. Belum lagi jaga-jaga apabila dia ingin buang air atau mungkin lapar. Jarak dari area foto ke kamar mandi atau café juga dekat sehingga tidak perlu was-was apabila anak menangis, belum lagi cuaca pegunungan yang suka tiba-tiba hujan. Tentunya waktu yang singkat untuk mencapai tempat berteduh, sangat membantu apabila kita keasyikan eksplorasi. Hal yang sama juga berlaku apabila kita berwisata dengan membawa orang tua. Tempat yang terlalu luas untuk dijelajahi, mengakibatkan rasa lelah dan lapar. Kita tentu tidak mau ketika asyik bermain dengan anak dan istri, malah orang tua jadi kehilangan mood dan menjadi kesal. Dengan area yang tidak terlalu luas namun isi di dalamnya yang sesuai, menjelajahi area Kabin Madu Efi tentunya tidak memakan waktu terlalu lama, setelahnya kita bisa bersantai di café atau langsung pulang kalau anak sudah mulai tidak nyaman.

 


Tempat pesen makan atau minum. 

Itulah tadi tiga alasan yang menurut Saya menjadikan Kabin Madu Efi tempat yang pas untuk anak-anak dan orang tua. Berkunjung ke Kabin Madu Efi tidak mahal, setiap orang hanya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp. 15.000/tiket. Mereka menjual tiket terusan juga untuk berkunjung ke Kabin Madu Efi dan Kebun Madu Efi dengan harga RP. 25.000/tiket. Ada 10 kabin warna warni ala Brighton Beach House yang bisa dipesan dan 5 Panoramic Pavilion yang dapat digunakan gratis untuk para pengunjung. Saya belum pernah menginap di salah satu kabinnya, jadi belum bisa bercerita. Mudah-mudahan suatu hari ada kesempatan untuk mencoba.


Tiket masuk enggak mahal, lebih mahal biaya menghalalkan anak gadis orang

Bagaimana ? Tertarik mengunjungi Kabin Madu Efi, ajak anak istri dan orang tua juga. Jangan taunya bawa pacar doang. Hihihi… 

 

Plis, Owner Kabin Madu Efi, ajak Saya menginap disana…

 

 

Tuesday, November 24, 2020

Kabanjahe Adalah Destinasi Mingguan Menuntaskan Rindu (Bagian I)

Foto oleh : Junida Rufinna Meliala


Kalau rindu bisa berwujud, dia pastilah menjelma dalam bentuk yang berbeda-beda pada setiap orang. Satu waktu dia akan menjadi sosok yang kejam dan bengis menyiksa orang yang ingin segera bertemu dengan yang disayang tapi tak bisa karena kendala jarak. Di waktu lain dia akan menjadi sosok yang cengeng dan sensitif, gampang menangis bersama dengan mereka yang kerap mengingat masa lalu, entah itu senang atau sedih. Tapi bagi Saya, rindu sepertinya akan menjelma menjadi Milo. Iya, Milo. Cokelat bubuk dari Nestle favorit kita semua. Karena apa ? Karena rindu memberikan Saya energi untuk menang tiap hari. Halah.


Gagal puitis.


Rindu bagi Saya serupa Milo, yang memberikan kekuatan untuk memotivasi diri agar terus kuat menghadapi hari-hari tanpa anak dan istri setiap hari pada weekdays, dan menyemangati diri Saya untuk selalu mempersiapkan waktu, mengerjakan tugas-tugas kantor sebaik-baiknya, karena weekend adalah momen dimana Saya bisa bertemu mereka merayakan waktu bersama dan mencegah distraksi lainnya. Layaknya Milo, memberikan energi untuk saya bisa menang menjalani hari-hari. Walaupun pada praktiknya Saya jarang minum Milo sekarang, karena anak Saya juga suka Milo jadi stok Milo lebih banyak dihabiskan olehnya. Milo benar-benar berjasa untuk keluarga kecil kami.


Narasi yang aneh, iya Saya tahu. Tolong jangan benci.


Menjadi anak kemaren sore dalam menjalani Long Distance Marriage tentunya membuat Saya minim pengalaman dan meraba-raba. Oleh karena itu apabila tulisan ini dibaca oleh kalian yang mungkin durasi Long Distance Marriage nya sudah diatas Saya, yang baru semingguan lebih dikit ini, Saya pun ingin merapak sembah setinggi-tinggi tahniah, mohon bimbingan anak baru ini, jangan di-bully. Jadi kira-kira begini, Karena SK mutasi, tempat kerja istri berpindah yang sebelumnya satu kota dengan Saya, menjadi beda kota. Saya masih disini, dan dia di Kabanjahe.


Iya, Kabanjahe. Dingin.


Setelah, dua minggu sebelumnya berhasil mendapatkan tempat tinggal di Kabanjahe melalui survei langsung ke lokasi sekitar calon kantor Istri, minggu lalu Kami pun sukses beramai-ramai mengantarkan mereka. Istri, anak, dan kakaknya Mamak yang nanti bakalan momong anak Saya ketika Umma-nya bekerja di Kabanjahe. Resmi pulalah Saya mendapat status ini, memulai menjalani hidup LDMMVMM – Long Distance Miss You Very Much Marriage dan memulai akhir pekan pertama Saya dengan menempuh perjalanan dengan angkutan umum menuju destinasi mingguan menuntaskan rindu ini.


Tjieeeeeeee…..


Perjalanan sore itu dimulai dengan menunggu di pinggir jalan raya, simpang menuju rumah dengan diantar oleh adik laki-laki Saya. Berharap mendapat bis atau angkutan umum kecil untuk dapat menuju Medan dari Kota tempat tinggal Saya, Tebing Tinggi. Mana yang duluan lewat, itu yang akan saya naiki. Saya sengaja memilih ke Kabanjahe melalui Kota Medan tidak lewat Pematang Siantar, dikarenakan dua perjalanan sebelumnya ke Kabanjahe sewaktu mengantar istri kesana, via Pematang Siantar-Simalungun-Karo, sejumlah ruas jalan di kawasan Simalungun rusak parah dan berlubang besar-besar. Sangat membahayakan dan tentunya tidak akan menimbulkan rasa nyaman selama perjalanan. Selain itu angkutan penumpang yang melewati rute sana sepertinya masih kalah bagus dibanding yang dari Medan. Karena Saya juga baru pulang kerja dan tentunya sebagian besar waktu di jalan nanti akan Saya habiskan dengan tertidur. Kemulusan jalan dan kenyamanan angkutan umum menjadi pertimbangan utama Saya di dalam perjalanan ini.


Eh…..Kok ? Gaya penulisannya berubah ni, kek Travel Blogger….


Dari Tebing Tinggi tidak ada angkutan umum langsung ke Kabanjahe, mau via Pematang Siantar ataupun Medan. Artinya Saya akan dua kali ganti bis, dari Tebing Tinggi ke Medan, dari Medan Ke Kabanjahe. Sebuah bis berkelir kuning berhenti, tertulis BAYU Trans, karena tak ingin menunggu lebih lama Saya naik dan penumpang didalamnya hanya tiga orang termasuk Saya. Bis kembali melaju, meninggalkan Kota Tebing Tinggi dan segera Saya memberi kabar kepada yang menanti bahwa saya telah OTW.  Sesaat mendekati persimpangan menuju Pintu Gerbang Tol Tebing Tinggi-Medan, tiba-tiba Supir Bus memecah keheningan dengan berkata,


”Jalan biasa macet ini pasti, apalagi daerah Jembatan Sei Bamban itu, kita lewat tol aja yah, dariku dua puluh ribu, kelen sepuluh ribu satu orang lah ya, bisa ?”


Saya yang masih terjaga dengan baik langsung membalas, “Oke, Bang. Yang lain cemana ?”


Mata ini langsung menuju pada dua orang penumpang lainnya, tidak bersuara tapi mereka hanya mengangguk, memberi tanda setuju.


“Sip, gaskan Bang!” Saya bersemangat.


Mobil meraung kencang memasuki Gerbang Tol. Segera setelahnya Saya tertidur.


Oh nikmatnya…


Satu jam ternyata tidak terasa di alam bawah sadar, bangun-bangun sudah di Pintu Keluar Tol Amplas. Duduk di panggir parit, terkulai lemas, pasrah, dehidrasi, isi dompet raib. Mau teriak minta tolong tapi suara habis.


LHO KOK JADI BEGINI CERITANYAAAAA !!!!! INI CERITA SIAPA SIKKKKK !!! WOYYYY !!!


Maksudnya itu ya sudah di Pintu Keluar Tol Amplas, tapi masih di dalam bis, masih dalam suasana ngumpulin nyawa, sambil mikir habis ini mau naik Almasar sebaiknya nunggu dimana yah, begitu kira-kira benernya.


Sejak awal Saya memang merencanakan untuk memilih Almasar sebagai mini bus langganan Saya nantinya untuk ke Kabanjahe. Almasar dengan rute Bandara Kualanamu – Medan – Kabanjahe. Alasannya tak lain dan tak bukan karena shuttle bus dari bandara ini busnya bagus, bersih dan ada AC-nya. Cocoklah dengan standar kenyamanan Saya (baca:bisa tidur nyenyak sampai tujuan). Maka detik ini pun Saya  mau self-proclaimed sebagai, Pecinta Almasar Akhir Pekan.


Suatu hari, tolong beri Saya tiket gratis. Plis…. 


Saya akhirnya memutuskan untuk diturunkan di Simpang Marendal saat itu waktu menunjukkan pukul 18.05 WIB, berharap bisa mencegat Almasar disini, karena Almasar yang menuju Kabanjahe dari Bandara Kualanamu pasti melewati Simpang Marendal ini menuju Simpang Pos dan berbelok kiri ke Jl. Jamin Ginting terus hingga sampai ke Kabanjahe.


Sedikit berjalan kaki tepat di depan Swalayan Maju Bersama Saya pun berdiri menunggu Almasar lewat.   Lima belas menit Saya menunggu, sebuah minibus merah khas dengan cutting stiker Mr. No Comment dibawahnya tertulis rute, KUALANAMU – MEDAN – KABANJAHE muncul di antara padatnya jalanan oleh kendaraan. Ini dia kereta kencana Saya, Almasar. Saat itu posisi bis memang agak di tengah dan  kebetulan saat itu sedang jamnya ramai lalu lintas.  Saya pun bersiap untuk menyetop agar bis berhenti.


Namun ternyata untung tak dapat diraih, malang jauh dari sini. Teman Saya ada yang bernama untung, tapi dia juga tidak membantu saat ini. Sesaat sebelum melintas di depan Saya, bus tidak mengurangi kecepatan dan memberikan lampu tangan berhenti. Bus melenggang pergi. Saya cuma bisa bengong dengan tampang bodoh. Tidak percaya dengan pemandangan yang baru saja Saya saksikan. Padahal, Saya bisa melihat dengan jelas dan melalui mata kepala Saya sendiri, bukan orang lain kalau bis ini kosong. TIdak penuh. Sekali lagi tidak penuh. Apa yang terjadi, pemirsaaaaaaah !!! Beragam pertanyaan langsung hadir,


“Kenapa bis ini tidak berhenti ??”


“Apakah bis ini tidak ingin mengangkut penumpang ?”


“Kalau bukan penumpang apa yang biasa bis ini angkut?”


“Wajarkah sebuah bis menolak mengangkut penumpang?”


“Apakah supir bis menganggap Saya tidak punya duit”


“Apakah Saya ditolak menjadi Pecinta Almasar Akhir Pekan ?


Padahal itu kan masih dalam pikiran Saya. Berbagai spekulasi datang dan pergi di benak ini. Karena tidak tahan dengan ini semua, Saya pun pesan Gojek.


Bersambung....