Puas beraktifitas di pinggiran danau, entah kenapa mata tergerak melihat sekeliling dan rasa penasaran menghampiri, ada sejumlah pondokkan kecil terlihat di kejauhan pada sisi bukit yang lebih tinggi di sekitar kawasan Danau Lau Kawar. Saya mengingat kembali kenangan pertama kali kesini, dan tidak…Saya tidak pernah menjangkau area itu. Aha….. Sepertinya menarik. Ya ! Saya mau naik ke atas sana.
Kami pun segera bergegas menuju ke parkiran mobil untuk beranjak dari tepi Danau menuju ke deretan pondok kecil di atas bukit. Perjalanan mendaki pun kembali berlangsung sekitar 10 menit dari bawah ke atas. Tempat dimana ada pondok kecil berderet dengan pemandangan mengarah ke Danau. Jalanan menuju ke puncak berupa aspal kasar yang sudah berlubang, bercampur tanah dan kerikil. Sebaiknya berhati-hati saat mengendarai mobil menuju ke atas. Jangan lupa konsentrasi dan pelan-pelan, mengingat curamnya jalan dan kontur permukaannya yang sudah tidak mulus. Tapi tenang saja, semua itu akan terbayar lunas ketika berada di atas. Atau setidaknya itu yang Saya rasakan.
Bukit Mari Lau Kawar, begitu nama
tempat itu mereka menyebutnya. Kita dapat dengan jelas membacanya dari spanduk
yang terbentang di depan akses masuknya. Saat datang, Saya adalah tamu pertama.
Seorang anak muda menghampiri mobil Saya dan memberikan instruksi untuk
mengambil tempat parkir yang telah disediakan. Selesai Saya memarkir mobil,
mematikan mesin dan kami pun turun. anak muda tadi mendekati Saya dan
menyodorkan secarik kertas, yang ternyata merupakan tiket masuk ke tempat ini.
Sebentar Saya amati, kemudian kaget tapi berusaha untuk tidak terlalu keliatan karena ya ampun sangat murah sekali untuk bisa berada disini. Terlebih lagi tiket tadi juga termasuk untuk akses gratis menggunakan pondok dan kursi yang ada di tempat ini. Waaaaaw senangnya………. Saking girangnya Saya bersama istri pun setengah berlari menuju pondok yang lokasinya paling strategis untuk kami tempati. Bukit Mari adalah tempat yang indah dan memanjakan mata. Menikmati pemandangan dari Bukit Mari menuju ke Danau Lau Kawar, area perbukitan serta ladang warga setempat seperti rasanya semua masalah dalam hidup ini seketika menguap hilang. Sepi. Asri. Sejuk. Tenang. Oh indahnya….. Keadaan ini membuat Saya dalam hitungan detik menyukai tempat ini. Favorit sekali.
Kami menikmati bersantai dan
bercerita di salah satu pondok di Bukit Mari hingga tiba jam makan siang. Tidak
berlama-lama lagi, segera bekal makan siang yang telah dibawa langsung
dikeluarkan. Benar, Bukit Mari Lau Kawar adalah lokasi makan siang paling indah
yang pernah Saya dapatkan. Menu makan siang kami sederhana saja, namun tempat
yang tinggi, pemandangan yang indah, udara yang sejuk dan orang-orang yang
tersayang menjadikan sambal telur bulat dan bihun goreng dengan nasi menjelma
menjadi menu paling enak yang pernah kami santap. Sampai tambah-tambah !
Hahahaha.
Selesai makan dan kekenyangan,
Saya tak lupa mengambil foto keindahan tempat ini. Sembari juga bercerita
kepada anak muda yang membantu parkir tadi, yang ternyata pengelola tempat ini.
Kami berkenalan, Edi Suranta Depari namanya. Dia begitu semangat bercerita
tentang keindahan tempat ini, sambil sesekali tersenyum, karena melihat Saya
tertarik dengan ceritanya.
“Ini Bang, udah sering ku posting di Facebook. Biar banyak orang datang kemari lagi. Sejak Corona kan lama sepi tempat ini Bang. Orang gak ada yang jalan-jalan” ujarnya, menjelaskan.
“Iya Bang, harus itu biar orang
tahu dan viral. Kan rame yang datang” Saya menyemangati”.
Dia juga menjelaskan kalau di
Bukit Mari, mereka juga mempersilahkan untuk berkemah. Bilamana ada muda-mudi
yang ingin bermalam disitu sambil menikmati kawasan Danau Lau Kawar.
“Aman kok bang, aman. Kan kami
jaga” Dia menambahkan.
Selepas mengobrol, tak lupa Saya meminta berfoto bersama sebagai bukti kalau Kami udah Bro sekarang. Hehehe. Tak lupa kami juga bertukar kontak. Jadi kalau datang lagi, bisa langsung booking pondok, jaga-jaga manatau rame dan gak kebagian. Soalnya ingin makan siang disana lagi. Hahaha.
Waktu menunjukkan pukul 14.30 WIB
saat kami beranjak dari tempat itu, masih tidak ada mobil lain yang datang.
Saya melihat bang Edy sedang menyapu pondok-pondok nya agar tetap bersih dari
sampah dedaunan. Tak lupa Saya berpamitan dengan bang Edy, dan mendoakan agar
tempatnya ramai kembali. Seperti juga semua para masyarakat dan orang-orang
lainnya diluar sana yang menggantungkan hidupnya melalui objek wisata, ternyata
pandemi ini begitu berdampak kepada semua lapisan masyarakat. Pun bagi mereka
yang hidup di kaki gunung, jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota.
Sampai ketemu lagi, Bukit Mari !