Top Social

superarmz - Cerita Kota dan Perjalanan

bercerita tentang kota dan catatan perjalanan

Thursday, January 22, 2015

Captain Tsubasa Salah, Bola Adalah Keluarga Dan Gulai Masam Kepala Nila Hidangannya

Disinilah Saya merebahkan badan, meluruskan kaki sambil menikmati sedikit pegal-pegal di sekujur kaki. Skema seperti ini berulang dua kali seminggu sampai rasanya Ibu Saya sudah maklum saja apabila selepas makan malam Saya tidak bergabung bersama di ruang keluarga untuk menonton tipi dan lebih memilih berdiam diri di kamar, tengkurap atau telentang. Tapi, kali ini dengan ingatan betapa nikmatnya Gulai Masam Kepala Nila yang dihidangkan dengan gratis oleh seorang Kawan.


Lalu apa yang Saya lakukan pada sore harinya sehingga kok kelihatannya Saya begitu menderita malam harinya ? padahal jam kerja hanya pukul 07.30 sampai 15.30. Tidak, Saya tidak sedang membicarakan menambah pendapatan ekstra seperti yang banyak Kawan-Kawan Seangkatan Saya  ribot-ribotkan di Facebook. Membuat usaha sampingan ini itu kemudian mempromosikannya di Facebook untuk menambah penghasilan diluar gaji sebagai PNS, belum terpikirkan Saya. Untuk saat ini, Saya masih mengutamakan untuk pencarian jodoh menjaga kesehatan.


Uang bisa dicari, tapi kesehatan ? Ya bisa juga sih. Dengan dasar pemikiran itu, maka Saya pun bermain bola. Bermain bola menjadi pilihan Saya dalam hal refreshing dan mencari keringat. Tenang, tidak ada maksud dalam hati Saya untuk berusaha memesona cewek-cewek dengan permainan bola Saya karena : 1. Skill bermain bola Saya hanya pas-pasan, 2. Enggak ada cewek-cewek yang mau merepotkan diri meluangkan waktu untuk menonton di lapangan, dan 3. Lapangan bolanya jauh dari peradaban. Sial.


Maka di sanalah Kami, di tempat dengan nama Stadion Ramlan Yatim. Setiap Selasa dan Kamis sepulang kerja menanggalkan segala macam atribut yang melekat, menghilangkan batasan antara Bapak dan Anak, tua dan muda, besar dan kecil, berganti kostum bola untuk kemudian bermain bersama.  Menjadikan Kami satu. Bermain bola.


PS. PEMKO TT nama Tim Bola Saya. Kepanjangan dari Persatuan Sepakbola Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Beberapa pentolannya merupakan PNS yang bekerja di Pemko Tebing Tinggi, lainnya adalah orang-orang yang berasal dari profesi berbeda sampai anak sekolahan pun ada. Jadi yah, penyebutan PEMKO TT disini bukan secara official Tim ini dikelola dengan profesional oleh Pemerintah Kota Tebing Tinggi, bukan.  Ini hanya Tim bola biasa yang isinya orang-orang yang sepemikiran untuk “mencari keringat sepulang kerja” yang kebetulan meminjam nama Pemko Tebing Tinggi dan bangga memakainya. Dan, masih patungan untuk biaya pemotongan rumput lapangan serta minum para pemain selesai bermain. Hehehehe.


Gak full team tapi bisalah mewakili
Dari bermain bola jugalah Saya berkenalan dengan banyak orang dari profesi yang beragam. Yang semuanya benar-benar memberikan pandangan baru bagi Saya di luar pekerjaan Saya sebagai PNS. Maka, pembicaraan sehabis bermain bola pun selalu menjadi bagian favorit Saya walaupun dengan ganjaran tiba di rumah sehabis adzan maghib berkumandang, repetan ibu termasuk di dalamnya. Mulai dari saling kritik ketika bermain, pembahasan seputar dunia sepakbola, isu-isu aktual yang sedang hangat di televisi hingga siapa yang kedapatan sedang membonceng cewek baru, tak luput dicakapkan. Semua berbicara begitu lepas seolah bermain bola adalah solusi dari penatnya rutinitas sehari – hari. Bermain bola adalah koentji.


Sampai pada suatu sore selesai bermain, seorang Kawan dengan selisih umur lebih tua dari Saya, Bang Anas mengatakan, “Aku ada buka Rumah Makan di pinggir jalan mau ke Medan. Di Tanjung Morawa, lewat simpang mau masuk Pintu Tol Tanjung Morawa itulah. Rumah Makan Sawah namanya. Makanya aku kadang gak bisa main terus karena harus bolak-balik ke sana.” memberi penjelasan panjang lebar kepada Saya kenapa hanya bisa bermain satu kali dalam seminggu.


“Loh iya yah Bang ? Sebelah kanan yah ? Sesudah turunan atau sebelum” kata Saya menanggapi, sedikit memahami daerah yang dimaksud.

“Iya sesudah, sering yah arah ke Medan ?” sambung Bang Anas.

“Kami sih tiap tiap wiken ke Medan, Bang. Kan kuliah.....” Saya menerangkan sambil menunjuk ke seorang Kawan, Isdi”

“Oh... Iyanya ? Yaudah sekali-sekali singgahlah...... Makan siang disana”

“Iya Bang, kata Saya mengakhiri.


Pembicaraan itu sudah lama terjadi, setahun yang lalu, rupanya Bang Anas tidak pernah lupa. Hampir setiap minggu Bang Anas menghubungi Isdi agar mampir untuk makan siang di Rumah Makannya. Sesering Bang Anas menghubungi Kami, sesering itu pulalah Kami mencari-cari alasan halus untuk menolaknya. Bukan kenapa-kenapa, tapi dari kesimpulan Isdi, Bang Anas mau mentraktir makan siang di Rumah Makannya dan Kami merasa tidak enakan. For your info, tidak enakan adalah default setting orang Indonesia. Cemanalagi lah yekan.   


Bang Anas tidak pernah menyerah, Kami pun yang akhirnya mengalah. Atas dasar tidak enakan dihubungi terus-terusan jugalah Minggu lalu, Kami bertekad untuk singgah makan siang di Rumah Makan kepunyaannya. Tidak enakan rule the world memang. Sampai di tempat, ternyata Kami disambut begitu hangat olehnya, padahal itu lagi rame pengunjung. Kami sampai kikuk harus berbuat apa tapi untunglah Bang Anas segera mengarahkan untuk menuju meja yang agak menjorok ke dalam, biar lebih santai katanya. Ah, Abang tau aja ya....


Dan yang dihidangkannya sebagai menu makan siang adalah Gulai Masam Kepala Nila kepada Kami berdua, tidak tanggung-tanggung.  Lengkap dengan lalapan, sambal kecap dan jus jeruk. Saya berani bertaruh itu adalah Gulai Masam terenak yang pernah Saya makan. Dan Saya juga berani bertaruh bahwa uang di dalam dompet Saya pun tidak cukup untuk membayar total biaya makan siang di situ seandainya selesai Kami makan lantas Bang Anas berujar, “Kasirnya di sebelah kanan yah di depan itu”.


Sambil menyuap nasi, Bang Anas bercerita banyak tentang pengalaman hidupnya dari mulai bekerja sebagai Pegawai pada perkebunan swasta, resign, mengurus rumah makan milik orangtua, dan akhirnya membuka Rumah Makan sendiri. Rupanya, mengurusi usaha Rumah Makan adalah passion Bang Anas, terhitung ada dua ruko miliknya yang disewakannya kepada orang dengan jenis usaha rumah makan juga. Bang Anas memang senang bercerita sampai waktu empat puluh menit pun tidak terasa telah terlewati waktu itu. Kami pun berpamitan, sambil tak henti mengucap terimakasih kepadanya. Itulah Bang Anas, orang yang Saya kenal hanya lewat bermain bola mau berbaik hati untuk menjamu makan siang di Rumah Makannya.


Rasa Gulai Masam Kepala Nila itu memang sudah lama hilang dari lidah Saya, tapi tidak dengan kebaikan hati Bang Anas. Bang Anas memang tidak pernah mengucap sebagai keluarga kepada Saya, tetapi Saya merasa diperlakukan sebagai anggota keluarga. Mengundang makan tentu tidak akan pernah Kita lakukan terhadap orang asing, bukan ? Peristiwa kecil seperti itu lambat laun mengubah cara pandang. Yang mulanya hanya sebagai Kawan – Kawan bermain bola lambat laun menjadi “keluarga”. Anggapan bermain bola di sore hari bersama Kawan-Kawan yang tadinya sekedar “mencari keringat” pelan-pelan berubah menjadi bagian dari kehidupan yang tidak bisa ditinggalkan. Mulai ada rasa tidak enak apabila berhalangan hadir untuk bermain. Tidak enak kepada “keluarga” apabila tidak bermain. Disadari atau tidak, atas nama kesehatan Saya sudah sampai sejauh itu.


Manusia adalah makhluk sosial. Makhluk yang selalu membutuhkan orang lain. Dan bermain bola hanyalah salah satu medianya. Saya bukan Captain Tsubasa yang saking candunya dengan bermain bola terus mengasah diri lewat bermain bola, menjadikan bola sebagai sahabat. Bagi Saya bermain bola adalah hadiah kepada diri Saya. Setelah seharian bekerja, otak Saya butuh refreshing dan tubuh Saya butuh sehat. Bermain bola bagi Saya adalah media. Media untuk refreshing, untuk sehat, bertemu orang lain dan berinteraksi satu sama lain. Lantas, bertemu orang-orang baru, bercerita, belajar dan berbagi banyak hal.


Saya tidak pernah bermimpi untuk menjadi terkenal lewat bermain bola, untuk bisa makan gratis pun tidak. Tapi Tuhan memang ahli dalam mengejutkan, lewat bermain bola Saya dapat traktiran makan siang dengan Gulai Masam Kepala Nila. Bermimpi pun tidak !


Be First to Post Comment !
Post a Comment