Top Social

superarmz - Cerita Kota dan Perjalanan

bercerita tentang kota dan catatan perjalanan

Tuesday, January 13, 2015

Maaf, Itu Bukan Resolusi Saya


Sumber : http://blog.gopaktor.com/wp-content/uploads/2014/12/resolusi1.jpg
Rasanya tidak afdol kalau membuka awal tahun dengan tidak membicarakan yang namanya resolusi. Seolah resolusi sudah menjadi paket komplit yang harus dimiliki dewasa ini.Resolusi menjadi tolak ukur perubahan bagi diri sendiri. Dengan adanya resolusi, berarti ada pencapaian yang harus diraih. Sayangnya, resolusi adalah sebuah kata homonim yang homofon, memiliki makna yang berbeda dengan pelafalan sama. Jadi sebelum resolusi menjadi bahan candaan yang sudah tidak lucu lagi, ketika ada yang bertanya tentang resolusi tahun ini yang akan dijawab oleh beberapa orang dengan jawaban, “Resolusi Saya masih sama, 1920 X 1080” maka sebaiknya marilah mulai Kita pikir-pikir kembali joke tentang resolusi apa yang sekiranya lebih cun untuk dipakai di tahun mendatang. Karena, resolusi yang dimaksud disini adalah wishlist Kita.


As a trend, resolusi rupanya mampu menembus berbagai platform media sosial untuk diperdendangkan lebih keras, maka tak heran orang-orang pun berbondong-berbondong sibuk memposting hal-hal apa saja yang akan berusaha diraihnya di tahun ini. Membuat resolusi seperti foto selfie bagi kaum perempuan, is a must . Dan memberitahukannya ke seisi dunia apa yang menjadi resolusi adalah langkah selanjutnya, sebuah prosedur tetap. Gitulah memang Wak, entah itu berusaha pamer atau kemarok tipis bedanya.  


Seiring waktu yang berlalu, usia yang bertambah dan orangtua yang mulai recok menanyakan kapan punya menantu, banyak orang mulai memasukkan pernikahan sebagai salah satu dari daftar panjang resolusinya. Tercapai atau tidak di tahun ini, itu perkara belakang yang penting sudah dimasukkan ke dalam resolusi, dan untunglah bagi Saya yang memiliki orang tua berbudi pekerti luhur serta bertenggang rasa tinggi tidak seperti orang tua lainnya yang selalu-sebisa-mungkin-dalam-momen-apapun memberondong anak laki-lakinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjurus ke arah – arah pernikahan yang cembetol aja pun memang benar-benar bikin bathin tertekan. Saya pun selamat.


Walau begitu, Saya selalu senang kepada apapun yang menyangkut soal pernikahan. Tapi bukan berarti Saya orang yang kebelet nikah, orang cewek aja ga’ punya kok. Bagi Saya pernikahan merupakan sesuatu yang sakral dan selalu menarik untuk di bahas. Kecenderungan Saya tertarik pada pernikahan seperti sudah bisa disejajarkan dengan kecenderungan pengendara kereta di Medan untuk selalu menerobos lampu merah di tiap persimpangan, begitu besar. Oleh karena itu, mendengar cerita-cerita tentang pernikahan selalu menjadi bagian favorit Saya terutama dari Kawan-Kawan yang telah menikah.


Memiliki kawan-kawan duduk yang sebagian besar telah menikah di usia muda sedikit banyaknya memberikan Saya masukan yang berharga. Tak jarang mereka berbagi bro-tips untuk Saya dan beberapa Kawan lain yang juga belum menikah, seperti menjelaskan istilah “koleksi, seleksi sampai resepsi” hingga Kami semua khatam.  Merasa kurang puas, terkadang Saya pun mengorek lebih dalam lagi dengan ngomong,

“Terus Bang, udah itu kek mana lagi Bang ?”

“Bisa memang kek gitu Bang ?”

“Ih, gakpapa itu Bang ? Gak marah dia ?”

Minta diceritakan lebih banyak lagi, cari-cari ilmu. Bandit memang, tapi yah itulah cakap-cakapnya.  


Maka tidak heran jadinya, cepat atau lambat topik pernikahan pun menjadi pembahasan yang panjang dan berjam-jam dengan kawan-kawan duduk, menghabiskan bergelas-gelas TST, berpiring-piring kentang goreng, saos dan abang-abang tukang TST yang ikut dibuat kesal dengan permintaan bolak-balik minta tambah air putih, mengimbangi alot dan panasnya pembahasan batu akik bersama kawan-kawan duduk Saya selalu, malam demi malam. Setiap ada kesempatan. Luar biasa.


Menikahlah bagi yang sudah mampu, puasalah bagi yang belum. Kurang lebih begitu sabda Rasul. Saya pribadi menyarankan seperti ini, menikahlah bagi yang sudah punya calon, carilah bagi yang belum. Oleh karena itulah, mengapa Saya selalu menyisipkan pertanyaan, “Eh ada kawanmu yang single, kenalinlah ?” di berbagai kesempatan berbahagia ketika bertemu dan berbincang dengan kawan-kawan. Namanya jugak carik makan. Yang demikian itu adalah bentuk usaha-yang-tidak-begitu-berusaha-namun –supaya-kelihatan-sedang-berusaha-saja  Saya dalam tanggung jawab untuk mencari calon Ibu yang akan melahirkan putra-putri terbaik Saya kelak nantinya . Ngomong apa ko, Wak ?


Terakhir, sebagai bentuk edukasi diri dan kewaspadaan terhadap ultimatum orangtua pacar (ketika Saya sudah punya nanti) yang sewaktu – waktu bisa saja menyuruh untuk segera melamar anaknya, Saya pun membekali diri. Saya selalu menawarkan diri untuk ikut andil bagian dalam setiap proses perjalanan panjang dari sebuah pernikahan Kawan. Dari mulai diajak untuk ikut mengantar ketika lamaran, menjadi saksi ketika ijab kabul, menyiapkan dan mengatur upacara prosesi  pernikahan Purnapraja (ala almamater Saya, IPDN), dan yang terakhir sampai pada ikut arak-arakan ketika ngunduh menantu. So much win.



 Tapi maaf, Saya belum memasukkan pernikahan ke dalam resolusi Saya tahun ini. 
Be First to Post Comment !
Post a Comment