Top Social

superarmz - Cerita Kota dan Perjalanan

bercerita tentang kota dan catatan perjalanan

Featured Posts Slider

Image Slider

Wednesday, September 30, 2015

Kota Hari Esok

Kawan, kusampaikan kepadamu sedikit lagi tentang Kotaku. Tebing Tinggi memang bukan kota besar, Kita sudah sama-sama sepakat soal ini. Dan tentunya dengan itu semua, dapat Kita pahami bersama bahwa Kota ini, dengan segala kelebihan dan kekurangannya telah berhasil hadir dan mengisi sebuah ruang di hati masing-masing warga kotanya.

Seperti juga sebuah kota punya cerita sendiri, setiap warga kota yang mendiaminya pun juga masing-masing punya cerita tentang kotanya. Terkadang tak hanya cerita, tapi bisa lebih dari itu. Mereka yang telah menyaksikan kotanya tumbuh dan berkembang dari kecil hingga dewasa tentunya punya lebih dari sekedar cerita. Mereka punya harapan tentang kotanya. Harapan ke arah yang lebih baik. 

Dan hari ini, harapanku tentang Tebing Tinggi sederhana saja, siapapun yang hidup di Kota ini hari ini, besok ataupun nanti, mari bersama-sama menjadikan Kota ini tempat yang lebih baik. Tempat yang lebih baik untuk bersama-sama kita tinggali. Tempat yang lebih baik untuk bersama-sama generasi Kita tumbuh dan berkembang. Tempat yang lebih baik untuk bersama-sama Kita menghabiskan sisa hari tua kelak. Tempat yang selalu bersama-sama Kita rindukan, tempat Kita selalu pulang dan tempat Kita merajut kenangan. Mari menjadikan Kota ini bagian dari Kita. Mari bersama-sama untuk itu semua. 






Terima kasih telah mendengar cerita Kotaku. 



Foto : Tugu Beo Tebing Tinggi
Sunday, September 27, 2015

Hiburan Malam Minggu Kami

Bagi masyarakat kota, akhir pekan adalah waktu-waktu terbaik untuk dihabiskan bersama keluarga. Tidak terkecuali di Tebing Tinggi yang keseluruhan wilayahnya di kelilingi oleh kawasan perkebunan. Masyarakat dari wilayah sekitar akan memadati tengah Kota, bersama keluarga, orang-orang tersayang untuk menghabiskan malam Minggu di Tanah Lapang Merdeka, kawasan paling ramai di akhir pekan. Bersama-sama dengan warga kota semuanya bercampur dan tumpah ruah disini. Hiburan murah-meriah ala Tebing Tinggi. 

Bundaran di Kawasan Lapangan Merdeka Sri Mersing, ramai orang berjualan pada malam hari

Kalau Kau adalah orang yang biasa menghabiskan akhir pekan dengan berkeliling di dalam mall-mall atau duduk makan serta minum bersama di cafe-cafe yang berada di dalam bangunan megah bertingkat nan modern, harus kukatakan dengan sangat menyesal kepadamu Kawan bahwa disini Kami tidak punya mall dan gedung-gedung megah bertingkat. Tebing Tinggi adalah kota kecil, dan hiburan kami adalah hiburan rakyat dimana lampu kelap-kelip dan musik yang memutar lagu anak-anak dari odong-odong yang berkeliling mengitari Lapangan Merdeka, sudah begitu meriah bagi Kami. 

Cukup parkirkan kendaraan di depan trotoar. Setelahnya Kau langsung disambut dengan  pemandangan ini, dimana sejauh mata memandang akan ada berbaris kursi-kursi plastik yang siap diduduki, para penjual minuman, tukang kacang dan aneka makanan ringan yang siap menemanimu menghabiskan waktu malam Minggumu. Matamu akan dimanjakan dengan kelap-kelip lampu odong-odong yang berkeliling, telingamu akan penuh dengan obrolan ditambah sesekali gelak tawa dari muda-mudi yang kasmaran. Lupakan soal pekerjaan, lupakan soal kepenatan, semua suasana disini akan membahagiakanmu. Hiburan sederhana kota ini mampu mengembalikan senyummu, percayalah.


Mari, bersenang-senang.











sumber foto : www.bumi-nusantara.co.id
Thursday, September 24, 2015

Perayaan Sederhana Lewat Bubur

Tebing Tinggi adalah kota multietnis. Walaupun kotanya kecil, tapi bermacam-macam suku tumbuh dan berkembang di sini. Maka tidak mengherankan kalau beberapa adat istiadat dan juga kebudayaan tercampur disini. Dan dalam ruang lingkup kecil seperti keluarga misalnya pun terdapat kebiasaan-kebiasaan yang telah dilakukan secara turun temurun sejak lama, seperti yang terjadi di keluargaku. 

Dulu sewaktu kecil, Mama sering membuatkan bubur merah putih, ketika Aku baru sembuh dari sakit, ataupun saat berulang tahun. Hal itu berlaku juga pada adikku. Biasanya bubur merah putih dibuat dalam porsi yang sedikit lebih besar dari banyaknya anggota keluarga kami, (Mama, Papa dan juga adik-adikku) karena biasanya bubur tersebut juga akan dibagikan Mama kepada tetangga-tetangga di sekeliling rumah. Sembari membagikan bubur ke tetangga-tetangga, Mama tak lupa menyampaikan kata-kata seperti, "Ini bubur merah putih, si Ary baru sembuh dari sakit" atau "Si Ary ulang tahun jadi buat bubur merah putih". Hal yang sama terulang kembali bertahun-tahun kemudian kepada adikku. 

Bubur merah putih hanyalah bubur sederhana yang terbuat dari beras putih. Lantas, mengapa namanya bubur merah putih ? Seperti yang dijelaskan Mama kepadaku, tak lain karena terdapat dua jenis bubur yang ditaruh dalam satu tempat ketika bubur akan disajikan, satunya berwarna merah, satunya berwarna putih. Dengan komposisi begini, akan ada lebih banyak porsi bubur yang berwarna merah, dan sedikit bubur yang berwarna putih pada saat penyajian. Bubur yang berwarna merah rasanya akan lebih manis sementara yang berwarna putih terasa gurih dan sedikit asin. 

foto  : diambil dari www.jhonnastudio.blogspot.co.id

Mama menjelaskan kalau pada awalnya bubur dibuat dalam satu wadah. Dimana, beras direbus hingga menjadi bubur setelah sebelumnya ditambahkan santan agar bubur yang dihasilkan menjadi kental dan bertekstur tebal. Setelah beras selesai ditanak dan telah menjadi bubur, bubur tersebut di bagi kedalam dua bagian. Satu bagian disiapkan untuk dibuat menjadi bubur yang merah, dan satunya lagi akan disiapkan menjadi bagian yang putih.

Bagian bubur yang disiapkan untuk menjadi yang merah kemudian direbus kembali sebentar dengan ditambahkan gula merah yang telah dicairkan secukupnya. Sehingga warna bubur yang semula putih sewarna beras, lambat laun akan bercampur gula merah dan pada akhirnya akan berwarna kecoklat-coklatan serupa warna gula merah. Sementara bagian bubur yang putih akan di rebus sebentar kembali dan  ditambahkan sedikit santan serta garam, sehingga bagian bubur yang putih pun rasanya akan menjadi gurih.

Mama mengatakan kalau tradisi membuat bubur merah putih sudah ia dapatkan dari nenek dan orang-orang tua di keluarga kami. Membuat bubur merah putih menjadi semacam perayaan sederhana yang dibuat keluarga, atas terlewatinya sebuah peristiwa dalam hidup yang diyakini akan menjadikan diri lebih baik lagi. Membuat bubur merah putih juga bisa dibilang perwujudan rasa syukur dan permohonan keselamatan selalu  kepada Sang Pencipta, karena yang bersangkutan masih diberi kesehatan dan perlindungan.  Bubur merah putih sengaja dibuat banyak untuk dapat disedekahkan kepada tetangga-tetangga sekitar, agar harapannya tetangga juga dapat ikut merasakan kebahagiaan dan ikut mendoakan untuk kesehatan bagi yang bersangkutan. Ya, bubur merah putih adalah perayaan sederhana atas hal-hal tersebut. 

Namun, seiring bertambahnya usia dan semakin besarnya anggota keluarga, para orangtua biasanya tidak membuatkan lagi bubur merah putih untuk anak-anaknya, dengan alasan anak tersebut sudah dewasa dan diyakini mampu menjaga dirinya. Sehingga, dirumah ketika Kami para anak-anak mulai beranjak besar kebiasaan itu tak lagi sering terjadi. 


Padahal Kawan, sebenarnya Aku yakin bahwa saat menjadi dewasa adalah masa-masa dimana sering-sering dibuatkan bubur merah putih merupakan suatu keharusan. Karena orang dewasa sepertinya lebih susah bahagia. 






ps : setelah browsing sana sini di internet , Aku menemukan fakta bahwa ternyata di beberapa daerah dan suku di Indonesia juga ada tradisi membuat bubur merah putih dengan filisofi masing-masing yang berbeda pula. 


Monday, September 21, 2015

Sri Lelawangsa, Jagoan Pekerja !

"Ma, besok bangunkan pagi-pagi ya. Mau kejar kereta ke Medan." 

"Yaudah, kalau gitu tidur jangan malam-malam...."

Pagi itu sengaja Aku minta di bangunkan lebih awal dari biasanya. Informasi sehari sebelumnya yang kuterima mengharuskan agar Aku sudah berada di Kampus sebelum pukul 08.30. Tidak ada cara lain, pagi itu kupilih menumpang kereta paling pagi menuju Kota sebelah. Ibukota provinsi Sumatera Utara, tempat beberapa hal yang tidak ada di Kotaku, tapi ada di sana. 

Permohonan izin pun kulayangkan lewat telepon memohon kepada atasan agar berkenan memberikan izin untuk tidak masuk kantor hari itu. Dengan terlebih dahulu menjelaskan kepadanya bahwa urusan Kampus ku kali ini sangat penting dan tidak dapat dielakkan, sambil kutambahkan kepadanya bahwa tidak ada pekerjaan mendesak yang sedang kukerjakan yang harus diselesaikan hari itu, Beliau pun mengizinkan. 

Biasanya, Aku tidak pernah menumpang kereta ini ketika weekday, hanya ketika weekend saja saat sedang ingin. Sementara pekerjaanku tidak menuntut ku untuk mengejar kereta setiap harinya karena jarak rumah dengan kantor yang tidak begitu jauh membuatku cukup mengendarai sepeda motor saja untuk sampai ke tempat bekerja. Namun pagi itu tidak ada pilihan lain, satu-satunya transportasi yang masuk akal bagiku adalah kereta api. Karena selain waktu perjalanannya yang pas juga tidak ada resiko kemacetan di perjalanan yang mesti dikhawatirkan. 

Pagi itu tepat pukul 05.15 tibalah Aku di Stasiun, lebih cepat dua puluh menit dari jadwal keberangkatan kereta. Segera menuju ke loket penjualan tiket, memesan satu untuk diri sendiri, sesudahnya langsung menuju jalur 2 tempat keretaku sudah menunggu. 


Tak menunggu lama, Aku langsung naik ke dalam kereta dan ternyata suasana di dalam kereta sudah ramai. Hampir semua kursi-kursi telah penuh diisi oleh orang-orang yang berpakaian rapi, sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Karena biasanya Aku menaikinya ketika weekend, aku tidak akan menyangka keadaan kereta akan seperti itu. 
Aku berjalan menyusuri gerbong demi gerbong, mencari kursi yang masih kosong. Susah payah akhirnya kutemukan satu kursi yang belum terisi bersebelahan dengan seorang laki-laki seusiaku berpakaian kemeja rapi, berlapis jaket hitam yang tengah sibuk dengan handphonenya.


"Mas, kosong mas ? Boleh Saya duduk disitu ?" kataku menunjuk tempat disebelahnya yang kelihatan tidak berpenghuni.

"Iya mas, kosong kok. Silahkan aja."

Ia pun menggeser badannya sedikit, agar Aku bisa melewati nya dan duduk di kursi tersebut. Syukurlah masih dapat kursi, pikirku. Karena perjalanan dua jam tentu tidak akan menyenangkan apabila dilewati dengan berdiri. 

"Sering Mas, naik kereta ini ?" kataku memulai obrolan basa basi.

"Wah, Saya tiap hari Mas. Senin sampe Jum'at malah. Hehehehe"
katanya menanggapi ramah obrolanku.

"Oiya Mas, kerja yah Mas di Medan ? Berarti tiap hari bangun pagi-pagi supaya bisa naik ini ?"

"Iya Mas, soalnya kalo naik Bis atau kendaraan pribadi takutnya macet di jalan. Bisa-bisa Saya terlambat."


"Oh, iya Mas benar. Kalo kena macet udah pasti terlambat tuh."

Jawabannya seolah mengamini pendapatku soal pilihanku untuk naik kereta pagi ini. Selanjutnya gantian Ia yang bertanya dan Aku yang menjawab. Lima belas menit terlibat obrolan, Kami pun memilih diam lalu hanyut dalam kesibukan masing-masing, pada akhirnya akupun tertidur. 




Kereta api itu bernama Sri Lelawangsa, Kawan. Kereta api kelas ekonomi yang melayani perjalanan komuter dari Medan ke Binjai (PP) dan Medan ke Tebing Tinggi (PP). Kereta api ini menggunakan rangkaian KRDI (Kereta Real Diesel Indonesia) buatan PT. INKA dan diresmikan penggunannya sejak tahun 2010. Untuk rute ke Tebing Tinggi, kereta ini memiliki jadwal sebagai berikut :

Tebing Tinggi (05.35) - Medan (07.25) 
Medan (18.57) - Tebing Tinggi (20.51)


Dengan jadwal waktu keberangkatan yang demikian, praktis Kereta Sri Lelawangsa menjadi andalan para pekerja-pekerja asal Tebing Tinggi yang bekerja di Medan. Tak seperti kereta ekonomi yang terkesan kotor dan kumuh, Sri Lelawangsa adalah kereta api ekonomi yang nyaman. Gerbong-gerbongnya full AC, kursi-kursinya putih bersih dan tertata unik tak seperti kereta ekonomi pada umumnya. Bahkan, lokomotifnya tersambung langsung dengan gerbongnya, sehingga ada dua lokomotif yang berada di gerbong paling depan dan belakang. Berfungsi sebagai lokomotif penarik saat pulang dan pergi pada masing-masing ujungnya. 


Sehingga dengan keadaan kereta yang seperti ini, tak heran pagi-pagi buta sebelum matahari terbit mereka yang bekerja di Kota sebelah sudah berada di Stasiun dan ketika matahari telah terbenam barulah mereka bersiap untuk kembali ke Tebing Tinggi dengan kereta yang sama. Sri Lelawangsa menjadi alternatif kendaraan antar jemput bagi masyarakat Kota ini yang bekerja di Kota sebelah dan akhir pekan akan menjadi transportasi bagi masyarakat untuk melakukan perjalanan, entah itu sekedar plesiran ke Kota Medan ataupun hal-hal lainnya. Ah, menyenangkan.






Kalau jadwal sedang tak sibuk, sempatkanlah berkunjung. Kan kuajak Kau naik Sri Lelawangsa, Kawan !


Friday, September 18, 2015

Asal Muasal Nama Tebing Tinggi

Kenapa namanya Tebing Tinggi ? 
Apakah sebagian besar wilayahnya pegunungan ? Atau berada di daerah dataran tinggi ?
Rasa ingin tahu mengalahkan diriku, sampai akhirnya Aku menemukannya....


"Riwayat menceritakan, bahwa ada seseorang dari Bandar Berpuak Simalungun bernama Datuk Bandar Kajum meninggalkan kampungnya menuju ke daerah Padang, bersama-sama keluarga dan pengikut-pengikutnya, karena diserang kerajaan lain.

Mula-mula mereka menempati sebuah kampung yang bernama Tanjung Marulak di wilayah Tuan Rambutan – daerah Kebun Rambutan. Di Tanjung Marulak inipun mereka mendapat serangan dari Kerajaan Raya, kemudian Datuk Bandar Kajum (marga Damanik) mencari tempat tinggal di atas dataran tinggi di pinggir sungai Padang.

Bersama dengan beberapa pengikutnya Datuk Bandar Kajum mendirikan rumah dan kampung yang di pagari dengan kayu yang kokoh di tebing tepi sungai Padang, dibuatnya tempat pertahanan gunanya untuk menahan serangan musuh kalau datang menyerbu kampungnya.

Pada suatu ketika puluhan orang dari Raya datang menyerang kampung Datuk Bandar Kajum, melihat musuh yang datang, seluruh keluarga Datuk Bandar Kajum dan orang-orang di kampung itu melarikan diri mengungsi ke kebun Rambutan.

Diceritakan, Datuk Bandar Kajum memperoleh bantuan dari administratur kebun Rambutan, sehingga Datuk Bandar Kajum dapat mengalahkan orang-orang dari Raya dan pimpinan pasukannya dapat ditawan. Kemudian Datuk Bandar Kajum dan keluarganya bersama pengikut-pengikutnya kembali ke kampung yang telah dibangunnya, di dataran tinggi pertemuan sungai Padang dan sungai Bahilang. Di tempat itu pernah dibangun pelataran tempat sampan berlabuh dan tempat sampan ditambatkan. Tempat itu kemudian terus berkembang menjadi tempat pemukiman dan pemakaman Datuk Bandar Kajum dan keluarga serta pengikut-pengikutnya. Itulah asal usul Kota Tebing Tinggi." 


Inilah kenapa Kotaku ini diberi nama demikian walaupun tidak ada kondisi khas dataran tinggi disini, seperti suhu dingin, dan tumbuh-tumbuhan daerah pegunungan. Percaya atau tidak, Kau sendiri yang tentukan.



foto : diambil dari www.tebingtingi.wordpress.com
Tuesday, September 15, 2015

Berjuang adalah Berdagang



Kalaulah Kota ini diibaratkan sebuah tubuh, maka jantung yang berdetak menjaga kehidupan adalah orang-orang yang beraktifitas setiap harinya. Mereka yang bekerja setiap hari merupakan salah satu contohnya. Orang-orang yang mencari nafkah dan berjuang mengais rejeki di Kota ini menjaga kehidupan kota ini tetap berjalan, tak peduli apapun bentuk pekerjaannya.


Tebing Tinggi merupakan sebuah Kota yang sekelilingnya berbatasan dengan perkebunan yang merupakan wilayah dari Kabupaten Serdang Bedagai.  Dengan batas wilayah sebagai berikut :

Utara    : PTPN III Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai
Selatan : PTPN IV Kebun Pabatu dan perkebunan Paya Pinang, Kabupaten Serdang Bedagai.
Barat    :PTPN III Kebun Gunung Pamela, Kabupaten Serdang Bedagai
Timur   :PT Socfindo Tanah Besi dan PTPN III Kebun Rambutan,Kabupaten Serdang Bedagai.

Berbatasan dengan wilayah perkebunan menjadikan masyarakat sekitar wilayah Kota, menjadikan Tebing Tinggi sebagai tempat mengais rejeki dengan berdagang. Pun begitu sebaliknya, masyarakat kota memanfaatkan hal ini untuk berdagang di daerah perkebunan sekitar. Hingga masyarakat setempat pun punya istilah sendiri untuk usaha berdagang keliling ini yang biasa disebut merasul.   



Merasul adalah berjualan dengan membawa sendiri barang dagangannya secara berkeliling, dari satu daerah perkebunan ke daerah perkebunan lainnya, biasa dengan membawa becak, atau motor yang sedikit dimodifikasi agar mampu ditaruh beraneka macam barang dan berhenti di tiap ada pekanan (pasar kaget). Begitupun sebaliknya, mereka yang merasul dari perkebunan untuk berjualan ke sudut-sudut kota di Tebing Tinggi, biasanya akan melewati jalan-jalan dan area perumahan yang padat penduduk menawarkan dagangannya. 

Sehingga tak jarang, mereka juga melewati jalan-jalan di depan rumahku. Membawa becak yang berisi penuh dengan beraneka macam barang dagangan alat-alat kebutuhan rumah tangga. Sambil sesekali berteriak menawarkan menyebut nama-nama barang jualannya, atau sampai terkadang juga dengan menghidupkan suara klakson menyerupai sirine, untuk menarik perhatian para ibu-ibu agar mau singgah dan melihat-lihat dagangannya. 

Ya, memang tidak jelas siapa yang pertama kali mengenalkan metode berjualan seperti ini tapi yang jelas, mereka yang merasul adalah mereka yang berjuang. Berjuang demi pekerjaan yang mereka yakini bisa menghidupi diri dan keluarga. Karena hidup adalah berjuang, dan perjuangan adalah berdagang.




Inilah Kotaku, mudah-mudahan sekarang Kau semakin paham, Kawan.







foto : diambil dari sini 
Saturday, September 12, 2015

Tebing Tinggi, Kota Lemang



Banyak hal yang tetap lekat dalam ingatan saat kita mengunjungi suatu tempat, salah satunya adalah makanan. Cerita ini pun kubagikan kepadamu Kawan, karena disini di Tebing Tinggi, Kau tidak bisa meninggalkannya tanpa merasakan nikmatnya makanan khas kota ini, lemang. 


Lemang merupakan penganan khas Tebing Tinggi sekaligus kebanggan warga kota ini. Lemang telah menjadi ikon Kota ini sejak lama, hingga Tebing Tinggi juga mendapat julukan sebagai Kota Lemang. Lemang adalah makanan yang terbuat dari beras ketan yang dimasak dalam seruas bambu, yang sebelumnya telah digulung dan dilapisi dengan selembar daun pisang. Gulungan daun pisang yang telah berisi tepung beras bercampur santan kelapa ini kemudian dimasukkan ke dalam seruas bambu lalu dibakar sampai matang di atas tungku panjang.






Setelah bambu agak gosong, dan aroma ketan yang telah matang tercium, ruas-ruas bambu yang berisi lemang dapat diangkat untuk kemudian dapat dikeluarkan isinya dan dimakan. Lemang lebih nikmat disantap hangat-hangat, dengan campuran selai bahkan durian. Walau begitu, dimakan langsung tanpa tambahan lainnya pun sudah lezat.

Kawasan Tjong Afie

Di Kota ini lemang dijual di beberapa kawasan antara lain, di pinggir-pinggir jalan lintas sebelum memasuki Kota Tebing Tinggi, kemudian terdapat para penjual lemang yakni di Kawasan Tjong Afie ( Jl. K. H. Ahmad Dahlan tepat di depan Masjid Raya ) dan menariknya salah satu penjual lemang yang ramai dikunjungi pembeli adalah Lemang Batok. 


Itulah penganan khas Kota ini yang kerap menjadi oleh-oleh bagi para wisatawan yang berkunjung. Tertarik menikmati kelezatan Lemang, Kawan ?











Foto : www.pariwisatasumut.net & www.raon-raon.com