Namanya serupa angin. Dan ketika Aku mulai berbicara tentangnya,
maka semangat ku pun layaknya angin yang
bertiup menjanjikan. Yang diidam-idamkan para pemain layang-layang. Mulutnya kecil,
tapi Aku selalu tahu dari situ biasanya keluar ocehan-ocehan lucu, tak jarang
teriakan-teriakan kalau kebetulan sedang kesal, atau Aku yang membuatnya kesal.
Saat bersamanya, Aku selalu jadi idola. Dia akan banyak
bercerita soal apapun kepadaku, kemudian menanyakan hal-hal apa saja yang telah
kulakukan saat tak sedang bersamanya. Dan hal-hal apa yang mungkin akan kami
lakukan, ketika Aku bersamanya.
Begitu Aku ada di dekatnya, dia mendadak manja. Aku yang
harus selalu mengantarkan nya untuk pergi ke sekolah, begitupun ketika jam
pulang. Dia mau Aku yang menjemputnya. Begitu pula ketika sore hari, harus ada
waktu untuk kami berdua berkeliling kampung. Entah itu dengan Vespa kesayangan
Bapak, ataupun dengan sepeda kami masing-masing. Semua nya harus denganku.
Ketika nakalnya sedang datang, entah itu karena keinginannya
yang tidak terpenuhi atau ada yang mengganggu pikirannnya barangkali. Dia akan
mulai merengek dan marah-marah kepada siapa saja. Dan saat Ibu Bapak sudah
tidak sanggup untuk mendiamkannya, mereka pun tahu harus dimintai tolong siapa.
Akulah, Akulah yang selalu bisa membujuknya untuk kembali tenang. Ini terjadi
sampai sekarang malah. Maka seringkali kudapati diriku ditelpon Ibu untuk
menyuruh menasehati atau membujuknya melalui telepon. Ah, Aku menyukai bagian
ini.
Maka saat ku telepon keluarga untuk menanyakan kabar, Aku
pun tak lupa untuk meminta waktu untuk ngobrol berdua dengannya, membunuh rindu
dengan sekedar mendengarkan suara
nyaringnya, atau bertanya tentang PR yang sudah dikerjakannya apa belum. Dan antusias
nya selalu sama saat Ibu setengah berteriak memanggil namanya, bahwa ada
telepon dariku untuknya. Aku bisa mendengar dari langkah kakinya yang
dipercepat dari tempatnya berada menuju Ibu.
Dan segera sajalah setelah itu, kami akan bercerita satu
sama lain. Terkadang Aku tertawa mendengar keluhan-keluhan kecil darinya
tentang apa saja. Sekolahnya, teman-temannya,
gurunya, atau bagaimana dia sampai kalah bermain kelereng. Sampai kemudian
selesai dan Dia pun kembali ke tempatnya, telepon pun berpindah tangan ke
anggota keluarga lainnya.
Tubuhnya sedikit
gempal dengan tinggi yang lebih dibanding teman-teman seusianya.
Meskipun sediki gemuk, tapi bukan berarti dia bergerak lambat. Dia selalu
berlari kesana-kemari. Nah, ini bagian favorit ku, Dia rajin membantu Bapak dibanding
Abangnya yang satunya lagi. Hal ini diakui oleh Bapak sendiri, disela-sela percakapannya di telepon dengan
ku.
Besok sudah Februari, satu sampai dua bulan lagi Aku akan
bertemu lagi Dia. Serupa angin sehabis hujan, pelan-pelan dan dengan sabar Aku
menunggu sampai waktu itu tiba.
"Ingatlah ini Adikku, Abangmu ini, memang bukan Abang juara
satu di dunia, tapi selalu berusaha yang terbaik untuk Adik-Adiknya."